Kamis, 10 Agustus 2017

Tulisan Tanpa Titik


Senja kala itu, dengan kehangatan dan keromantisannya.
Diatas kertas putih kosong, dimana hanya ada titik didalamnya.
Ntah bagaimana caranya, seolah jemari ini tahu apa yang harus diukirnya.
Dari titik itulah semuanya bermula, ketika namamu terukir diatasnya.

Sebuah nama yang tak pernah kudengar sebelumnya.
Tapi ku yakini akan ada cerita didalamnya.

Detik berganti menit.
Menit berganti jam.
Jam berganti hari.
Hingga tak terasa berganti tahun.

Tentangmu dalam semua tuliskan ku.
Mengandung makna.
Berbagai tanda baca.
Bahkan memiliki jeda.

Berbagai tanda tanya yang kerapkali menghiasinya.
Meskipun tak kudapatkan jawabannya.
Berbagai tanda seru yang kuletakan didalamnya.
Tapi tak kunjung ada kejelasannya.

Terkadang kubiarkan kosong, seolah ingin memberi ruang untuk segalanya.
Terkadang kubiarkan penuh, seolah ingin memberitahukan isi hatinya.

Ratusan lembar kuhabiskan untuk menceritakan tentangnya.
Satu hal yang kusadari, hingga kini tak ada satupun titik didalamnya.
Seolah tak ingin menyudahinya.
Apakah aku harus mengakhirinya?

Ntahlah.
Hingga saat ini yang kutahu hanya satu.
Perihal apapun yang melibatkanmu, adalah sesuatu yang kuyakini tak akan pernah ada usainya.


Selasa, 11 Juli 2017

Jogja Tanpa Tuan

Ditengah hiruk pikuk ribuan kendaraan yang memadati jalanan.
Ditengah bisingnya suara klakson kendaraan yang memekikan.
Ditengah panjangnya perjalanan dengan udara yang membuat siapa saja kepanasan.
Ditengah itu semua, bagaimana caramu merasuki ku melalui fikiran hingga perasaan.

Yogyakarta memanglah kota istimewa.
Akan jauh lebih istimewa jika kamu ada didalamnya.
Tapi bagaimana saat kutau kau tak ada disana.
Berkelana tak pandang hari raya.

Cobalah kau lihat kedepan, aku menunggumu ditepian.
Hampiri aku dengan senyuman dan hangatnya genggaman tangan.
Berbincang diatas rerumputan dan memandang indahnya rembulan.
Menceritakan sejumput kebahagiaan dan memikirkan sedikit masa depan.


Saat perjalanan menuju Jogja, 22 Juli 2017

Kampung Halaman - Patuk, Gunung Kidul, DI Yogyakarta

Dusun Srumbung, Desa Pengkok, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta.



Saya lahir dan tumbuh besar di Ibukota Jakarta, kedua orang tua saya asli orang Jogja dan kebetulan memang satu desa (Jodohnya dekat hehe). Jadi, betapa beruntungnya saya tidak perlu pusing memikirkan saat lebaran atau liburan mau pulang kampung kemana seperti kebanyakan orang yang memiliki dua kampung halaman.





Jalanan dari balai desa meunju rumah saya


Ohiya kampung saya itu dibagian atas gunung kidul (anak gunung hehe) jauh dari keramaian, dipedalaman bahkan bukan di tengah desa dan tidak ada polusi. Polusi yang ada biasanya hanya berasal dari asap masakan karena masak dirumah masih menggunakan tungku kayu bakar bahkan sampai saat ini, asap tabunan sampah dan asap rokok, dimana rokok waktu itu dibuat secara manual, harus dilinting dulu. Pakai kertas apa saya lupa namanya, isinya ada tembakaunya dan entah apalagi. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang, dulu di kampung belum ada kendaraan, kalau sekarang sudah ada motor meskipun tidak setiap rumah ada. Angkutan yang ada hanya mobil bak yang lewat desa dan yang saya tau cuma ada satu mobil yang beroperasi sampai saat ini pun. Bagi yang mau ke pasar, yang mau ke sekolah atau yang mau ke kota semua diangkut dalam satu mobil. Sudah ada jadwalnya lewat desa jam berapa, jadi yang mau pergi biasanya sudah berkumpul di desa.







Walaupun lahir dan besar di Jakarta, saat saya berumur kurang dari 1th hingga saya berumur 4th saya tinggal di Jogja, dirumah simbok dan pak tuo (panggilan saya untuk nenek dan kakek dari ibu saya). Tidak seperti anak kota yang mainnya ketaman bermain dengan teman sebaya, saya setiap harinya mainnya sama simbah-simbah pergi ke sawah. Dengan alasana mau bantu simbok dan pak tuo nanem padi dan jagung, walaupun sepertinya bukan membantu malah justru ngerecokin mereka. Hahaha

Agak sedikit membingungkan memang, kenangan anak diumur 1 hingga 4th biasanya tidak banyak yang diingat. Tapi entah bagaimana dan kenapa banyak sekali kenangan saya diumur-umur tersebut yang saya masih ingat betul kejadiannya bahkan sampai saat ini. Mungkin karena tiap saya pulang kampung, simbok dan pak tuo bahkan kedua orang tua saya sering (oh bukan sering tapi selalu) membahas tingkah laku saya pada saat saya masih kecil? Entah lah. Tapi yang saya tau suatu kejadian atau peristiwa dimasa lalu yang berharga, berkesan dan bermakna buat kita pasti akan terus kita ingat dan tidak bisa dilupakan hingga kita dewasa bahkan sampai kita menutup usia, itulah kenangan. Bagi saya itulah kenangan yang membahagiakan :)


--- oke dilanjut ceritanya ---

Biasanya kalau kesawah itu seharian, dari pagi sampai sore (sama kaya orang kantoran gitu hehe), jadi harus bawa 'sangu' (bekel makanan). Biasanya kalau saya ikut kesawah, sampai sawah saya langsung buka bekel (padahal sudah sarapan dirumah) dan langsung kena marah simbok karena bekelnya memang bukan untuk sarapan tapi untuk makan siang. Haha

Saya lupa bagaimana caranya menanam padi, yang saya ingat hanya saat menanam jagung. Biasanya pak tuo membuat lubang-lubang kecil dengan jarak yang sudah diaturnya sedemikian rupa dan peran saya disana adalah menaruh jagung dalam lubang-lubang yang sudah dibuatnya, satu lubang itu biasanya 3-5 butir jagung. Ah rasanya rindu sekali moment-moment seperti itu. Dan perjalanan kesawah itu biasanya melewati kali, kalinya baru ada airnya kalau hujan turun, kalau musim kemarau kalinya kering.

Dari saya tinggal dikampung saat masih kecil hingga sekarang, rumah dikampung tidak jauh berbeda masih bertahan dengan ketradisionalnya. Dengan kamar mandi yang terpisah dengan bangunan rumah, terkadang agak sedikit horror kalau malam (hihihihi~) bahkan sampai saat ini setiap saya pulang ke kampung tidak berani ke kamar mandi sendirian kalau sudah diatas jam 8 kecuali kalau masih ada orang yang masak di dapur, karena pintu dapur akan terbuka dan menghadap langsung ke kamar mandi. Dan cara memasaknya juga seperti yang saya ceritakan diawal, masih menggunakan tunggu dan kayu bakar. Dan kalian tau? Menurut saya masakan yang dimasak menggunakan tungku rasanya jauh lebih nikmat dibandingkan jika dimasak menggunakan kompor gas atau kompor listrik, silahkan dicoba (biar lebih meyakinkan hehe)


Beberapa potret sudut rumah







Aah sebenarnya masih banyak potret yang ingin saya bagikan dan ceritakan tentang kampung halaman saya, tapi bagaimana bisa jika setiap sudut rumah dan sekitarnya memeliki cerita yang berkesan? Cerita yang entah bagaimana saya masih bisa mengingatnya hingga saat ini. Cerita tentang saya, keluarga dan kampung halaman.





Tentang udara pagi dan kami terduduk diatas rumput dibawah pohon asem didepan rumah menikmati sarapan nasi goreng atau sekedar singkong rebus buatan simbok. Tentang udara panas disiang hari yang membuat siapapun gerah dibuatnya, sehingga kami memutuskan menggelar tikar dibawah pohon sawo dibelakang rumah sambil bercerita entah mengenai apa saja. Tentang bagaimana kami berkumpul, bernyanyi dan memainkan gitar saat sore menjelang malam di bukit samping rumah. Tentang bagimana dinginnya malam yang membuat kami memutuskan untuk tidur bersama-sama dan merapatkan shaf barisan diruang keluarga agar terasa hangat. Tentang suara jangkrik yang menemani sepanjang malam, dan tak jarang pula mendengar suara kodok bahkan sampai suara tokek yang terkadang membuat malam terasa mencekam. Ah seperti tak akan ada habisnya ya jika diceritakan.





Bagi saya Jogja bukan hanya sekedar kampung halaman, tapi tempat dimana kenangan saya terukirkan, tempat dimana kebahagiaan saya dapatkan dan tempat dimana harapan dan impian saya akan terwujudkan. Aamiin~


So, what is Jogja? Jogja is......timewa J





Beberapa potret keluarga Hadi Wihardjo









Selasa, 04 Juli 2017

MALAM

Ketika bintang dan bulan membutuhkan kegelapan agar cahayanya terpancarkan.
Begitupun aku, dalam kegelapan.
Tak terlihat dari luaran tetapi hangat dan tenang dikedalaman.

Sudikah tuan memasuki kegelapan?
Ikutilah lantunan lagu yang ku nyanyikan dari kejauhan.
Kan ku siapkan gemerlapan kunang kunang untuk menerangi jalan.

Tepat tuan.

Kini aku dapat merasakan tiap langkah kaki tuan.
Menginjak rerumputan, menggerakan dedaunan.
Teruslah melangkah kedepan dan temukan aku dibawah sinar rembulan.

Senin, 19 Juni 2017

KEDATANGAN

Sabtu sore, saat aku melangkahkan kakiku menuju halte busway yang letaknya tak begitu jauh dari cafe tempat aku bertemu dengan teman kuliahku tadi.

Tiba tiba saja hujan turun dan kebetulan memang aku juga tidak membawa payung. Bergegaslah aku mencari tempat untuk berteduh, berlari kecil menuju salah satu teras sebuah toko pernak pernik rumah tangga yang bisa kujadikan tempat untuk berteduh.

Sambil menunggu hujan reda, kumainkan tanganku menadahi air hujan yang turun dari atap toko. Ah ntahlah hal ini selalu saja membuatku merasa bahagia. Membuatku tersenyum pada awalnya kemudian ku terdiam termenung karenanya.

Seketika bunyi handphone berdering, memecah diamku.

Kring kring kring~~
Segera ku buka tas dan mengambil handphone ku. Terpaku aku saat membaca nama yang tertera pada layar handphone ku, dari mas danu.
Nama yang tak pernah lagi muncul di layar handphone ku, terakhir kali adalah 2thn yang lalu ketika mas danu mengucapkan selamat hari raya idul fitri.

Dan ntah mengapa, seketika pula jantungku  berdetak lebih kencang dari biasanya. Seperti seorang yang sedang menunggu hasil sidang atau hasil psikotest, terlalu menegangkan.

"Assalamu'alaikum dek". Sapanya lembut seperti biasanya.

"Wa'alaikumsalam mas". Hanya itu yang bisa kuucapkan dan kemudian aku bingung harus berkata apa.

"Adek lagi dimana sekarang? Bisa kita bertemu?"
Tanpa bertanya kabarku, seolah ia sudah tau bahwa aku baik baik saja.
Dan sebentar, apa yang tadi ia katakan? Bertemu? Bagaimana bisa, yang kutau mas danu dipindah tugaskan 2th yang lalu ke kalimantan.

"Bertemu? Memangnya mas sedang dijakarta?". Tanyaku kebingungan.

"Iya dek, mas kemarin tiba dijakarta. Mas mengambil cuti 4 hari untuk bisa ke jakarta. Mas rindu ibu dirumah". Jawabnya, kemudian ia lanjutkan "Jadi bagaimana, bisa kita bertemu? Mas jemput kamu sekarang".

"Tapi aku sedang tidak ada dirumah mas". Jawabku singkat

"Iya dek, mas tau. Kamu didaerah mana sekarang? Mas jemput kamu ya?".

"Lho mas tau aku tak ada dirumah?". Tanyaku heran.

"Iya nanti mas jelaskan, jadi kamu dimana sekarang?". Tanyanya cepat.

"Aku didaerah pondok indah mas. Sedang berteduh di salah satu toko pernak pernik rumah tangga dekat halte busway pondok indah. di sini hujan". Jawabku sambil mengangkat kedua tangan untuk memastikan bahwa hujannya sudah sedikit reda.

"Halte busway pondok indah? Oke mas kesana sekarang. Nanti mas cari toko yang kamu maksud. Tunggu ya? Wasalamu'alaikum".
Belum sempat ku jawab, mas danu sudah saja menutup teleponnya. Ah baiklah kutunggu sajalah tak ada salahnya, kalaupun ia hanya bercanda tak apa toh aku bisa apa? Tak bisa kemana mana juga.


Tak sampai 30 menit mas danu tiba di halte busway pondok indah, ia parkir mobilnya di lahan kosong samping halte tersebut. Ia turun dari mobilnya dan membuka payung, kemudian berjalan mencari cari toko yang ku jelaskan padanya tadi.

Baru beberapa langkah kakinya berjalan, sudah saja aku menemukan sosoknya dari kejauhan.

"Mas danu" panggil ku. Ia mencari dari mana suara itu berasal. Dan ia langsung bisa melihat ku dari kejauhan. Ia menghampiriku sambil melayangkan senyumannya.

"Assalamu'alaikum dek, lama menunggu mas ya? Maaf tadi jalanan agak sedikit macet karena hujan". Sapanya saat pertama kali bertemu denganku setelah 2th lamanya tak pernah bertemu.

"Wa'alaikumsalam, iya tak apa mas. Adek mengerti". Ada sedikit rasa tak percaya saat aku menjawabnya, kutatap wajahnya untuk memastikan bahwa benar ia adalah mas danu yang aku kenal.

"Kenapa? Kok seperti orang bingung gitu?". Belum sempat kujawab ia kemudian memintaku mengikuti langkah kakinya menuju mobilnya.

"Dek, sebelum mas antar adek pulang temani mas makan dulu yuk. Mas tadi sih sudah makan siang tapi laper lagi, mungkin karena hujan jadi gampang laper ya?".

"Itu mah alasan mas saja, memang pada dasarnya mas memang suka makan kan?" Jawabku.

"Hahaha ketauan deh mas" sambil tertawa ia berkata dan kemudian pergi meninggalkan parkiran dan ntah kemana tempat makan yang ingin ia datangi, aku hanya bisa tertawa melihatnya membuat alasan dan mengiyakan ajakan makannya tadi.

Bersambung~


Selasa, 16 Februari 2016

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG


Hiiiii ebhy... orang lama pendatang baru~

Kalo kata pepatah kan, tak kenal maka tak sayang.. jadi yuk mari kita kenalan haha
Semoga aja ada yang sayang~ laaaahapaan

Nama Febriana, panggil saja ebhy/bhy.. jangan panggil saya mawar, karena saya gak pernah jual daging pake boraks sumpah! Hahaha

Usia? Penting gak sih? Eeung.. yang jelas hari ini saya ulang tahun~ yeeeaaay! Gak ada yang nanya mungkin tapi gpp, ya siapa tau dapet kado.. siapa tau ya gak, tapi kayaknya gak ada yang tau.. hiks

Oke cukup sekian perkenalannya, semoga berkenan dihati kalian, kalo ada kurang ya ditambahi kalo ada lebih ya tolong dibalikin~ hahahaha 😁