Ditengah hiruk pikuk ribuan kendaraan yang memadati jalanan.
Ditengah bisingnya suara klakson kendaraan yang memekikan.
Ditengah panjangnya perjalanan dengan udara yang membuat siapa saja kepanasan.
Ditengah itu semua, bagaimana caramu merasuki ku melalui fikiran hingga perasaan.
Yogyakarta memanglah kota istimewa.
Akan jauh lebih istimewa jika kamu ada didalamnya.
Tapi bagaimana saat kutau kau tak ada disana.
Berkelana tak pandang hari raya.
Cobalah kau lihat kedepan, aku menunggumu ditepian.
Hampiri aku dengan senyuman dan hangatnya genggaman tangan.
Berbincang diatas rerumputan dan memandang indahnya rembulan.
Menceritakan sejumput kebahagiaan dan memikirkan sedikit masa depan.
Saat perjalanan menuju Jogja, 22 Juli 2017
Selasa, 11 Juli 2017
Kampung Halaman - Patuk, Gunung Kidul, DI Yogyakarta
Dusun Srumbung, Desa
Pengkok, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta.
Saya lahir dan tumbuh besar
di Ibukota Jakarta, kedua orang tua saya asli orang Jogja dan kebetulan memang
satu desa (Jodohnya dekat hehe). Jadi,
betapa beruntungnya saya tidak perlu pusing memikirkan saat lebaran atau
liburan mau pulang kampung kemana seperti kebanyakan orang yang memiliki dua
kampung halaman.
Jalanan dari balai desa meunju rumah saya
Ohiya kampung saya itu
dibagian atas gunung kidul (anak gunung hehe)
jauh dari keramaian, dipedalaman bahkan bukan di tengah desa dan tidak ada
polusi. Polusi yang ada biasanya hanya berasal dari asap masakan karena masak
dirumah masih menggunakan tungku kayu bakar bahkan sampai saat ini, asap
tabunan sampah dan asap rokok, dimana rokok waktu itu dibuat secara manual, harus
dilinting dulu. Pakai kertas apa saya lupa namanya, isinya ada tembakaunya dan
entah apalagi. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang, dulu di kampung belum ada
kendaraan, kalau sekarang sudah ada motor meskipun tidak setiap rumah ada.
Angkutan yang ada hanya mobil bak yang lewat desa dan yang saya tau cuma ada
satu mobil yang beroperasi sampai saat ini pun. Bagi yang mau ke pasar, yang
mau ke sekolah atau yang mau ke kota semua diangkut dalam satu mobil. Sudah ada
jadwalnya lewat desa jam berapa, jadi yang mau pergi biasanya sudah berkumpul
di desa.
Walaupun lahir dan besar
di Jakarta, saat saya berumur kurang dari 1th hingga saya berumur 4th saya
tinggal di Jogja, dirumah simbok dan pak tuo (panggilan saya untuk nenek dan
kakek dari ibu saya). Tidak seperti anak kota yang mainnya ketaman bermain
dengan teman sebaya, saya setiap harinya mainnya sama simbah-simbah pergi ke sawah.
Dengan alasana mau bantu simbok dan pak tuo nanem padi dan jagung, walaupun
sepertinya bukan membantu malah justru ngerecokin mereka. Hahaha
Agak sedikit
membingungkan memang, kenangan anak diumur 1 hingga 4th biasanya tidak banyak
yang diingat. Tapi entah bagaimana dan kenapa banyak sekali kenangan saya
diumur-umur tersebut yang saya masih ingat betul kejadiannya bahkan sampai saat
ini. Mungkin karena tiap saya pulang kampung, simbok dan pak tuo bahkan kedua
orang tua saya sering (oh bukan sering tapi selalu) membahas tingkah laku saya
pada saat saya masih kecil? Entah lah. Tapi yang saya tau suatu kejadian atau
peristiwa dimasa lalu yang berharga, berkesan dan bermakna buat kita pasti akan
terus kita ingat dan tidak bisa dilupakan hingga kita dewasa bahkan sampai kita
menutup usia, itulah kenangan. Bagi saya itulah kenangan yang membahagiakan :)
--- oke dilanjut ceritanya
---
Biasanya kalau kesawah
itu seharian, dari pagi sampai sore (sama kaya orang kantoran gitu hehe), jadi
harus bawa 'sangu' (bekel makanan). Biasanya kalau saya ikut kesawah, sampai
sawah saya langsung buka bekel (padahal sudah sarapan dirumah) dan langsung
kena marah simbok karena bekelnya memang bukan untuk sarapan tapi untuk makan
siang. Haha
Saya lupa bagaimana caranya menanam padi, yang saya ingat hanya saat menanam
jagung. Biasanya pak tuo membuat lubang-lubang kecil dengan jarak yang sudah
diaturnya sedemikian rupa dan peran saya disana adalah menaruh jagung dalam
lubang-lubang yang sudah dibuatnya, satu lubang itu biasanya 3-5 butir jagung.
Ah rasanya rindu sekali moment-moment seperti itu. Dan perjalanan kesawah itu
biasanya melewati kali, kalinya baru ada airnya kalau hujan turun, kalau musim
kemarau kalinya kering.
Dari saya tinggal
dikampung saat masih kecil hingga sekarang, rumah dikampung tidak jauh berbeda
masih bertahan dengan ketradisionalnya. Dengan kamar mandi yang terpisah dengan
bangunan rumah, terkadang agak sedikit horror kalau malam (hihihihi~) bahkan sampai saat ini setiap saya pulang ke kampung
tidak berani ke kamar mandi sendirian kalau sudah diatas jam 8 kecuali kalau
masih ada orang yang masak di dapur, karena pintu dapur akan terbuka dan
menghadap langsung ke kamar mandi. Dan cara memasaknya juga
seperti yang saya ceritakan diawal, masih menggunakan tunggu dan kayu bakar. Dan
kalian tau? Menurut saya masakan yang dimasak menggunakan tungku rasanya jauh
lebih nikmat dibandingkan jika dimasak menggunakan kompor gas atau kompor
listrik, silahkan dicoba (biar lebih meyakinkan hehe)
Beberapa potret sudut rumah
Aah sebenarnya masih banyak
potret yang ingin saya bagikan dan ceritakan tentang kampung halaman saya, tapi
bagaimana bisa jika setiap sudut rumah dan sekitarnya memeliki cerita yang
berkesan? Cerita yang entah bagaimana saya masih bisa mengingatnya hingga saat
ini. Cerita tentang saya, keluarga dan kampung halaman.
Tentang udara pagi dan kami
terduduk diatas rumput dibawah pohon asem didepan rumah menikmati sarapan nasi
goreng atau sekedar singkong rebus buatan simbok. Tentang udara panas disiang
hari yang membuat siapapun gerah dibuatnya, sehingga kami memutuskan menggelar
tikar dibawah pohon sawo dibelakang rumah sambil bercerita entah mengenai apa
saja. Tentang bagaimana kami berkumpul, bernyanyi dan memainkan gitar saat sore
menjelang malam di bukit samping rumah. Tentang bagimana dinginnya malam yang
membuat kami memutuskan untuk tidur bersama-sama dan merapatkan shaf barisan diruang
keluarga agar terasa hangat. Tentang suara jangkrik yang menemani sepanjang
malam, dan tak jarang pula mendengar suara kodok bahkan sampai suara tokek yang
terkadang membuat malam terasa mencekam. Ah seperti tak akan ada habisnya ya
jika diceritakan.
Bagi saya Jogja bukan hanya
sekedar kampung halaman, tapi tempat dimana kenangan saya terukirkan, tempat
dimana kebahagiaan saya dapatkan dan tempat dimana harapan dan impian saya akan
terwujudkan. Aamiin~
So, what is Jogja? Jogja
is......timewa J
Beberapa potret keluarga Hadi
Wihardjo
Selasa, 04 Juli 2017
MALAM
Ketika bintang dan bulan membutuhkan kegelapan agar cahayanya terpancarkan.
Begitupun aku, dalam kegelapan.
Tak terlihat dari luaran tetapi hangat dan tenang dikedalaman.
Sudikah tuan memasuki kegelapan?
Ikutilah lantunan lagu yang ku nyanyikan dari kejauhan.
Kan ku siapkan gemerlapan kunang kunang untuk menerangi jalan.
Tepat tuan.
Kini aku dapat merasakan tiap langkah kaki tuan.
Menginjak rerumputan, menggerakan dedaunan.
Teruslah melangkah kedepan dan temukan aku dibawah sinar rembulan.
Begitupun aku, dalam kegelapan.
Tak terlihat dari luaran tetapi hangat dan tenang dikedalaman.
Sudikah tuan memasuki kegelapan?
Ikutilah lantunan lagu yang ku nyanyikan dari kejauhan.
Kan ku siapkan gemerlapan kunang kunang untuk menerangi jalan.
Tepat tuan.
Kini aku dapat merasakan tiap langkah kaki tuan.
Menginjak rerumputan, menggerakan dedaunan.
Teruslah melangkah kedepan dan temukan aku dibawah sinar rembulan.
Langganan:
Postingan (Atom)